A. PENGERTIAN NASIONALISME
Secara etimologis, kata nasionalisme berasal dari
kata nationalism dan nation dalam bahasa Inggris, yang dalam
studi semantik kata nation tersebut berasal dari kata Latin natio
yang berakar pada kata nascor yang bermakna ’saya lahir’, atau dari kata
natus sum, yang berarti ‘saya dilahirkan’.
Dalam perkembangannya kata nation merujuk
pada bangsa atau kelompok manusia yang menjadi penduduk resmi suatu negara.
B. Faktor ekstern dan intern lahirnya nasionalisme Indonesia.
è Faktor ekstern:
Kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905 yang menyadarkan dan membangkitkan
bangsa-bangsa Asia untuk melawan bangsa-bangsa Barat.
Munculnya paham-paham baru di Eropa dan Amerika yang masuk ke Indonesia
seperti liberalisme, demokrasi, nasionalisme dan sosialisme yang mempercepat
timbulnya nasionalime Indonesia.
Kebangkitan nasional di Asia dan Afrika, misalnya adanya All Indian
National Congress 1885 dan Gandhisme di India dan adanya Gerakan Turki Muda di
Turki.
è Faktor Intern:
Adanya penjajahan yang mengakibatkan penderitaan rakyat.
Adanya kenangan akan kejayaan masa lalu.
Munculnya kaum intelektual yang menjadi pemimpin pergerakan nasional.
C.
Fase Pertumbuhan Nasionalisme di Indonesia
•
Pertama gerakan kebangkitan
nasionalisme Indonesia dalam dinamika sejarah diawali oleh Boedi Oetomo di
tahun 1908, dengan dimotori oleh para mahasiswa kedokteran Stovia, sekolahan
anak para priyayi Jawa, di sekolah yang disediakan Belanda di Jakarta.
•
Kedua kebangkitan
nasionalisme tahun 1928, yakni 20 tahun pasca kebangkitan nasional, di
mana kesadaran untuk menyatukan negara, bangsa dan bahasa ke dalam satu negara,
bangsa dan bahasa Indonesia, telah disadari oleh para pemuda yang sudah mulai
terkotak-kotak dengan organisasi kedaerahan seperti Jong Java, Jong Celebes,
Jong Sumatera dan lain sebagainya, kemudian diwujudkan secara nyata dengan
menyelenggarakan Sumpah Pemoeda di tahun 1928.
•
Ketiga masa revolusi fisik
kemerdekaan. Peranan nyata para pemuda pada masa revolusi fisik kemerdekaan,
nampak ketika mereka menyandra Soekarno-Hatta ke Rengas-Dengklok agar segera
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Mereka sangat bersemangat untuk
mewujudkan nation state yang berdaulat dalam kerangka kemerdekaan.
•
Keempat, perkembangan nasionalisme tahun
1966 yang menandai tatanan baru dalam kepemerintahan Indonesia. Selama 20 tahun
pasca kemerdekaan, terjadi huru-hara pemberontakan Gestapu dan eksesnya.
Tampaknya tanpa peran besar mahasiswa dan organisasi pemuda serta organisasi
sosial kemasyarakatan di tahun 1966, Soeharto dan para tentara sulit bisa
memperoleh kekuasaan dari penguasa orde-lama Soekarno.Tetapi sayang, penguasa
Orde Baru mencampakan para pemuda dan mahasiswa yang telah menjadi motor utama
pendorong terbentuknya NKRI tersebut dideskriditkan, dan bahkan sejak akhir
tahun 1970-an para mahasiswa dibatasi geraknya dalam berpolitik dan dikungkung
ke dalam ruang-ruang kuliah di kampus.
•
Kelima, perkembangan
nasionalisme masa reformasi. Nasionalisme tidak selesai sebatas masa
pemerintahan soeharto, melainkan terus bergulir ketika reformasi menjadi sumber
inspirasi perjuangan bangsa meskipun melalui perjalanan sejarah yang cukup
panjang.
D.
LIMA PRINSIP NASIONALISME, YAKNI:
1.
kesatuan (unity), dalam
wilayah teritorial, bangsa, bahasa, ideologi, dan doktrin kenegaraan, sistem
politik atau pemerintahan, sistem perekonomian, sistem pertahanan keamanan, dan
policy kebudayan;
2.
kebebasan (liberty, freedom,
independence), dalam beragama, berbicara dan berpendapat lisan dan
tertulis, berkelompok dan berorganisasi;
3.
kesamaan (equality), dalam
kedudukan hukum, hak dan kewajiban;
4.
kepribadian (personality) dan identitas
(identity), yaitu memiliki harga diri (self estreem), rasa bangga
(pride) dan rasa sayang (depotion) terhadap kepribadian dan
identitas bangsanya yang tumbuh dari dan sesuai dengan sejarah dan
kebudayaannya;
5.
prestasi (achievement), yaitu
cita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan (welfare) serta kebesaran dan
kemanusiaan (the greatnees adn the glorification) dari bangsanya
E.
Studi Kasus
1.
Etnosentrisme
dalam Pilkada Langsung
· Di Kabupaten Timor Tengah Utara, salah satu kabupaten dalam Propinsi Nusa
Tenggara Timur, misalnya, pemilihan kepala daerah diwarnai oleh persaingan
antar suku. Kepala daerah yang dipilih masyarakat bukanlah berdasarkan
kompetensi calonnya melainkan karena suku atau asalnya. Dan Kepala Daerah akan
menjadi milik sukunya saja dan anggota suku lain tidak merasa memilikinya.
· Media Indonesia melaporkan bahwa sejumlah tokoh masyarakat Lampung berharap
bahwa putera daerah diberi kesempatan menduduki jabatan gubernur propinsi itu.
Bahkan mereka sepakat menolak hasil pemilihan Gubernur akhir 2002 jika yang
terpilih bukan putera asli Lampung.
2.
Etnosentrisme dalam Perekrutan PNS atau
Birokrasi
· Di daerah Timor Tengah Utara, gejala etnosentrisme dalam pengangkatan dan
penempatan personil dalam birokrasi sangat nampak. Sekda, kepala-kepala dinas
dan jabatan-jabatan penting dalam daerah ditempati oleh orang-orang yang
berasal dari daerah atau suku yang sama dengan pemimpin daerah. Hal ini tentu
akan membawa konflik yang berkepanjangan dalam daerah dan akan menghambat
pembangunan daerah. Kriteria pengangkatan dan penempatan Pegawai Negeri Sipil
adalah ikatan etnik kesukuan dan bukan atas dasar kompetensi. Semua ini tentu menjadi masalah yang perlu mendapat
perhatian bangsa ini dalam era desentralisasi dan otonomi daerah.
3.
Pemuda yang Lebih Mengenal Tokoh Internasional
daripada Tokoh Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar